TAHAP-TAHAP BELAJAR MOTORIK
A. Uraian dan contoh.
Beberapa ahli sependapat bahwa belajar keterampilan motorik berlangsung melalui beberapa tahap. Motorik merupakan media dalam mempelajari pendidikan jasmani dan olahraga, oleh karena itu tahap-tahap belajar yang dilakukan adalah sama dengan orang belajar keterampilan yang lain. Robb (1972), membagi tahap belajar motorik dalam beberapa tahap yaitu:
(1) tahap pembentukan rencana, (2) tahap latihan, (3) tahap pelaksanaan. Dan Schmidt, (1988) mengutip pendapat Fitts dan Postner yang menyatakan bahwa belajar keterampilan motorik berlangsung melalui beberapa fase, yaitu: (1) fase kognitif, (2) fase fiksasi (asosiasi), dan (3) fase otomatisasi. Merril (1976) menggambarkan bahwa belajar motorik terdiri dari tahap penguasaan, penghalusan dan penstabilan motorik atau keterampilan teknik olahraga.
1) Tahap Kognitif.
Dalam mulai mempelajari suatu tugas baru dibutuhkan informasi cara melaksanaan tugas gerak yang bersangkutan dengan benar. Oleh karena itu pelaksanaantugas gerak diawali dengan menerima informasi dan pembentukan pengertian.
Tahap ini merupakan tahap awal dalam belajar motorik, pada tahap ini seringkali terjadi kejutan berupa peningkatan yang besar bila dibandingkan dengan kemajuan pada tahap-tahap berikutnya. Gerakan yang diperagakan atlit memang kelihatan masih kaku dan kurang terkoordinasi, kurang efisien dan bahkan hasilnya kurang konsisten.
Pada tahap ini siswa berusaha memahami bentuk-bentuk gerakan yang dipelajari, keterampilan intelektual banyak dilibatkan pada tahap ini. Siswa mulai mencoba-coba melaksanakan tugas motorik, dan siswa yang bersangkutan dihadapkan dengan tugas yakni apa yang harus dilakukan. Untuk tahap pertama ini Adams menyebutnya dengan istilah motor-verbal. (Lutan, 1988). Sedangkan Rahantoknam (1988) menyebut tahap ini dengan istilah tahap formasi rencana. Pada tahap ini siswa harus memahami apa yang diperlukan oleh keterampilan atau tugas tersebut, siswa harus memformulasikan rencana pelaksanaan, dan apabila telah memperoleh konsep-konsep verbal yang cukup, maka dia akan dapat mencerna keterampilan tersebut sampai pada taraf tertentu pada fase ini.
2) Tahap Asosiatif.
Permulaan tahap kedua ini akan berlangsung setelah tahap pertama (tahap kognitif) selesai. Pada tahap ini asosiasi verbal mulai ditinggalkan, dan sipelaku memusatkan perhatian pada bagaimana melakukan pola motorik yang baik (benar). Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektifnya cara-cara siswa melaksanakan tugas motorik, dan mereka mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukan. (Lutan, 1988). Tahap ini oleh Rahantoknam (1988) disebut sebagai tahap latihan, yang merupakan rangkaian dari tahap rencana pelaksanaan. Pada tahap ini siswa melaksanakan latihan sesuai dengan rencana pelaksanaan. Dan Fitts (1965) menyebut tahap ini sebagai tahap fiksasi. Pada tahap ini gerakan yang dilakukan siswa tidak lagi untung-untungan, tetapi makin konsisten. Gerakan siswa makin terpola, dan mereka mulai menyadari kaitan antara motorik yang dilakukan dengan hasil yang dicapai. Adams menyebutnya sebagai motor stage, pada tahap ini motor-verbal semakin ditinggalkan dan siswa mulai memusatkan perhatian bagaimana melakukan pola gerak yang baik, dari pada mencari-cari pola mana yang akan dihasilkan.
3) Tahap Otomatisasi.
Tahap ini merupakan tahap paling akhir dari belajar motorik. Rahantoknam (1988) menyatakan bahwa pada pelaksanaan otomatis, maka belajar keterampilan makin ringan dalam penyelesaian suatu tugas atau keterampilan, dan ini berarti makin menurun stres yang dialami oleh siswa. Pada fase ini siswa mampu melakukan seluruh rencana pelaksanaan secara otomatis atau tanpa disadari sama sekali. Siswa telah mencapai rangkaian gerakan melalui latihan yang sungguh-sungguh, dan rentangan kesalahan mulai berkurang, pola gerakan sementara telah disempurnakan, dan siswa melakukan seluruh pola gerakan secara otomatis, dengan hasil yang cukup memuaskan.
Yang menarik adalah pelaksanaan tugas gerak yang dilaksanakan tidak terganggu oleh kegiatan lain yang terjadi secara simultan, dan siswa tidak terlalu banyak menumpahkan perhatian pada tugas gerak yang sedang dilaksanakan. Keuntungan dari otomatisasi gerakan ini, siswa akan dapat memproses informasi penting yang lain yang dapat menunjang tugas gerak, seperti taktik bermain yang harus digunakan.
B. Rangkuman.
Para ahli sependapat dengan Fitts dan Posner yang membagi tahap-tahap belajar motorik menjadi tiga tahap yaitu:(1) fase kognitif, (2) fase fiksasi (asosiasi), dan (3) fase otomatisasi.
Tahap kognitif merupakan tahap awal dalam belajar motorik, pada tahap ini siswa berusaha memahami bentuk-bentuk gerakan yang dipelajari, keterampilan intelektual banyak dilibatkan pada tahap ini. Siswa mulai mencoba-coba dalam melaksanakan tugas motorik.
Tahap asosiatif adalah tahap kedua dalam belajar motorik. Pada tahap ini asosiasi verbal mulai ditinggalkan, dan sipelaku memusatkan perhatian pada bagaimana melakukan pola motorik yang baik (benar). Permulaan dari tahap ini ditandai oleh semakin efektifnya cara-cara siswa melaksanakan tugas motorik, dan mereka mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukan.
Tahap otomatisasi merupakan tahap paling akhir dari belajar motorik. Rahantoknam (1988) menyatakan bahwa pada pelaksanaan otomatis, siswa yang belajar keterampilan makin ringan dalam penyelesaian tugas keterampilan, dan ini berarti makin menurun stres yang dialami oleh siswa.
Comments
Post a Comment